Sunday, November 23, 2014

Happy Monday, All



Pesan nan cantik melayang dari sebuah email dari mbak Oprah dan mas Deepak ... Hmm, sesuai dengan apa yang saya butuhkan saat ini. Alhamdulillah. Segala puji terlantun bagi-Nya semata.

Begini kutipan pesan singkat itu:
Our centering thought for today is:
My presence creates peace.


"Peace is not the absence of conflict but the presence of creative alternatives for responding to conflict."  — Dorothy Thompson

Sebenarnya ini pesan di penghujung 21 hari meditasi. Hanya, dengan beberapa kondisi tampaknya saya tersendat-sendat mengikuti sesi demi sesi meditasi “mandiri” tersebut secara disiplin. Tak mengapa..



Sedikit kilas balik..
Hari ini sebagaimana hari Senin nan sibuk lainnya. Diawali dengan sedikit “huru-hara” di awal hari. Bukan dalam artian negatif sih, he he.. Maksud saya, kehebohan di Senin pagi kan memang sudah legendaris. Cetar, membahana, kata mbakyu princess Shahrini.. he..he..

Sebagaimana hari-hari sibuk lainnya, bagi saya perlu pengkondisian extra..untuk bisa tune-in, seusai libur di akhir pekan. Saya coba ber-mindfullness. Meditasi ringan sembari tetap sibuk menyiapkan ini-itu. Tahu sendiri lah, hari Senin bagi para ibu.. Artinya, si kecil perlu berbagai pengkondisian untuk siap bangun pagi dan pergi sekolah. Setelah asyik dua hari full di rumah bersama ayah-ibu. Supaya kita nggak bete bin sensi sendiri, mari berlatih to be mindfull. To be here, and now, always... and always.. 



Hmm, satu hal yang kurang teringat malah.... surprise! Ucapan selamat ulang tahun dari suami tersayang... dan, tadaaa... kejutan manis di pagi hari oleh serombongan pembikin pesta kecil nan manis di pagi.. di saat bahkan kita belum pada mandi, lhoo! Hi..hi..hi..

Daaan, pagi nan ceria berbalut kedamaian pun mengalun dengan “sempurna”... 

Ternyata kedamaian itu memang letaknya di sini (maksudnya jauh di dalam dada).. apakah hari Senin, ataupun wiken. Kedamaian itu tetap ada di dalam pusat diri kita, apabila kita biarkan hal-hal kecil nan indah membawa kehadirannya. Bila kita tak membiarkan hal-hal sepele yang kurang sempurna di sana-sini, mengusik damai bathin kita. Hidup itu indah, bahagia itu sederhana. Bismillah...

Monday, November 10, 2014

Dalam doaku...






Dalam doaku,
Semoga hatiku seluas samudera
Yang mampu menenggelamkan segala cela dan cercamu,
Duhai diri yang selalu merasa sempurna
Dan meniup gelembung-gelembung hitam
Pada raut wajah selainmu

Dan semoga mata batinku
Sebening kristal
Untuk mampu memahami pahit ucapmu
Tajam kata-katamu
Sebagai kepahitanmu yang mungkin sering dikecewakan hidup

Dan semoga sinar mataku
Tak silau oleh sosokmu
Yang mendudukkan dirimu sendiri di tahta raja-raja
Dan merasa berhak mengukur
Mili demi mili retak-retak manusia

Ah, mungkin kau memang makhluk sempurna
Siapa aku bagimu
Kurasa tak ada tempatmu di dunia
Semestinya kamu duduk di sana
Di balik awan bertahta dalam impian
Salam,
Salam bagi kesempurnaan
Biarkan aku dalam damaiku
Memandangi kuncup bunga di balik jendela ruangan kecilku
Dan bersenandung tentang nikmatnya ketidaksempurnaan



Tahukah kamu?
Bahwa manusia justru kehilangan kemanusiawiannya
ketika ia (merasa) sempurna?

Salam,
Salam bagi kesempurnaanmu
Dan biarkan aku dalam heningku
Merasakan hembus angin dan rintik gerimis
Membasahi relung relung lukaku sebagai manusia
Dan mensyukuri tiap detik lupa dan khilafku

Juga tahukah kamu?
Bahwa manusia hanya menjadi manusia
Bila ia tak sempurna?

Namun tampaknya kamu
Terlalu sibuk 
Teramat sibuk
Mematut-matut dirimu
Dalam bening danau 
Danau yang sama, tempat Narsiscus tenggelam dalam dirinya



Surabaya, November 2014
NH

Timeless Poems: "Footprints"






One night a man had a dream. He dreamed he was walking along the beach with the Lord. Across the sky flashed scenes from his life. For each scene, he noticed two sets of footprints in the sand; one belonged to him, and the other to the lord.

When the last scene of his life flashed before him, he looked back at the footprints in the sand. He noticed that many times along the path of his life there was only one set of footprints. He also noticed that it happened at the very lowest and saddest times in his life

This really bothered him and he questioned the Lord about it. “Lord, You said that once I decided to follow You, you’d walk with me all the way. But I have noticed that during the most troublesome times in my life, there is only one set of footprints. I don’t understand why when I need You most You would leave me.”

The Lord replied, “my precious, precious child, I love you and I would never leave you. During your times of trial and suffering, when you saw only one set of footprints, it was then that I carried you.”

~Author Unknown


Saturday, November 8, 2014

Just A Lil Bit

Tak Terasa, Sepuluh Tahun Sudah

Begitu waktu melontarkan kita secepat anak panah meninggalkan sang busur. Sepuluh tahun berselang sejak saya terakhir menapakkan kaki di bumi smalane.


Pulang

Setiap manusia selalu merindu rumah. Merindu pulang. Meski telah lama tak saya singgahi ruang-ruang smala. Tetap tapak-tapak kaki kami telah menjejak di sana. Derai tawa kami pernah memenuhi udaranya. Tangis dan tawa kami masih menyisakan cerita. Rapi tersimpan dalam bilik memori. Namun selalu setia menghadirkan hangat dalam dada. Pulang adalah kata yang mewakili rasa itu. Saat kaki ini kembali menyusuri lorong-lorong memori smalane, saya merasa pulang.


Kisah dalam Secarik Kertas di Dinding

Jujur, tak ada segurat maksudpun menjadi jumawa. Melihat deretan nama alumni kami: Ibu Tri Rismaharini, dan segudang punggawa negeri ini. Saya pribadi datang, bukan dalam kapasitas merasa menjadi “seseorang” saat ini. Saya datang untuk berbagi, sesederhana itu.









Beberapa waktu saya habiskan untuk tune in dengan smala saat ini. Bagaimanapun saya telah meninggalkan sekolah ini 15 tahun lalu. Bukan waktu yang singkat. Kacamata saya perlu dikalibrasi, hehe.

Dan saya merasa tersengat. Beberapa pesan di dinding, mengisyaratkan hal yang senada. Jeritan hati alumni, dari beberapa angkatan mengenai integritas dan kejujuran siswa negeri ini. Dalam hal ini, tentu secarik kertas (atau bercarik kertas) itu ditujukan untuk adik-adik smalane.

“Weits, apa benar nih yang saya baca?” gurat kening ini makin terasa. Menyisakan deret tanya. Mungkinkah, sebagian (meskipun saya yakin sebagian keciiiil) adik-adik saya begitu didera, entah kecemasan, stres, ketakutan, atau semacamnya terkait unas sehingga muncul keresahan mengenai “kasus joki” di situ. Cukup lama saya tercenung. Berulang kali hati ini berkata “Tidak mungkin.Tidak mungkin.Ini berita tidak benar.”

Apalah Lima Belas Menit Itu

Tiga alumni lintas angkatan berbagi pengalaman di hari ini. Dalam semangat positif yang sama. Dalam keprihatinan yang menganga.

Tak banyak yang mampu kami sampaikan dalam lima belas menit itu. Apalah lima belas menit itu. Hanya sejengkal waktu. Dibandingkan saat adik-adikku bergulat dengan diri mereka sendiri. Berjuang untuk harapan, mimpi, dan masa depan mereka sendiri.

Sebagaimana sharing kakak kepada adik-adiknya, saya hanya mampu berkata dalam hati. Apabila semua kata-kata kami yang berhamburan ke udara ruang kelas smalane hampir tak berbekas dalam ingatan kalian, tolong ingatlah satu hal dari seorang Gandhi. Bukan dari saya, siapa lah saya dalam lautan orang-orang besar di muka bumi ini. Saya percaya, pendidikan seharusnya terkait dengan kesuksesan terbesar manusia yakni pencapaian kebahagiaan itu sendiri.

Dan ingat kata Gandhi bahwa “Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony

Dan kalian boleh melupakan semua kata-kata selain itu. Selamat berjuang, adik-adikku!

Salam,
Kakakmu


**
Notes:
Smalane merupakan "panggilan akrab" dari sekolah menengah atas tempat saya belajar dahulu, sman 5 Surabaya. Diambil dari lagu kebangsaan "Smalane"

Smalane
Suci dalam pikiran
Smalane
Benar jika berkata
Smalane
Tepat dalam tindakan
Smalane
Dapat Dipercaya