Saturday, November 8, 2014

Just A Lil Bit

Tak Terasa, Sepuluh Tahun Sudah

Begitu waktu melontarkan kita secepat anak panah meninggalkan sang busur. Sepuluh tahun berselang sejak saya terakhir menapakkan kaki di bumi smalane.


Pulang

Setiap manusia selalu merindu rumah. Merindu pulang. Meski telah lama tak saya singgahi ruang-ruang smala. Tetap tapak-tapak kaki kami telah menjejak di sana. Derai tawa kami pernah memenuhi udaranya. Tangis dan tawa kami masih menyisakan cerita. Rapi tersimpan dalam bilik memori. Namun selalu setia menghadirkan hangat dalam dada. Pulang adalah kata yang mewakili rasa itu. Saat kaki ini kembali menyusuri lorong-lorong memori smalane, saya merasa pulang.


Kisah dalam Secarik Kertas di Dinding

Jujur, tak ada segurat maksudpun menjadi jumawa. Melihat deretan nama alumni kami: Ibu Tri Rismaharini, dan segudang punggawa negeri ini. Saya pribadi datang, bukan dalam kapasitas merasa menjadi “seseorang” saat ini. Saya datang untuk berbagi, sesederhana itu.









Beberapa waktu saya habiskan untuk tune in dengan smala saat ini. Bagaimanapun saya telah meninggalkan sekolah ini 15 tahun lalu. Bukan waktu yang singkat. Kacamata saya perlu dikalibrasi, hehe.

Dan saya merasa tersengat. Beberapa pesan di dinding, mengisyaratkan hal yang senada. Jeritan hati alumni, dari beberapa angkatan mengenai integritas dan kejujuran siswa negeri ini. Dalam hal ini, tentu secarik kertas (atau bercarik kertas) itu ditujukan untuk adik-adik smalane.

“Weits, apa benar nih yang saya baca?” gurat kening ini makin terasa. Menyisakan deret tanya. Mungkinkah, sebagian (meskipun saya yakin sebagian keciiiil) adik-adik saya begitu didera, entah kecemasan, stres, ketakutan, atau semacamnya terkait unas sehingga muncul keresahan mengenai “kasus joki” di situ. Cukup lama saya tercenung. Berulang kali hati ini berkata “Tidak mungkin.Tidak mungkin.Ini berita tidak benar.”

Apalah Lima Belas Menit Itu

Tiga alumni lintas angkatan berbagi pengalaman di hari ini. Dalam semangat positif yang sama. Dalam keprihatinan yang menganga.

Tak banyak yang mampu kami sampaikan dalam lima belas menit itu. Apalah lima belas menit itu. Hanya sejengkal waktu. Dibandingkan saat adik-adikku bergulat dengan diri mereka sendiri. Berjuang untuk harapan, mimpi, dan masa depan mereka sendiri.

Sebagaimana sharing kakak kepada adik-adiknya, saya hanya mampu berkata dalam hati. Apabila semua kata-kata kami yang berhamburan ke udara ruang kelas smalane hampir tak berbekas dalam ingatan kalian, tolong ingatlah satu hal dari seorang Gandhi. Bukan dari saya, siapa lah saya dalam lautan orang-orang besar di muka bumi ini. Saya percaya, pendidikan seharusnya terkait dengan kesuksesan terbesar manusia yakni pencapaian kebahagiaan itu sendiri.

Dan ingat kata Gandhi bahwa “Happiness is when what you think, what you say, and what you do are in harmony

Dan kalian boleh melupakan semua kata-kata selain itu. Selamat berjuang, adik-adikku!

Salam,
Kakakmu


**
Notes:
Smalane merupakan "panggilan akrab" dari sekolah menengah atas tempat saya belajar dahulu, sman 5 Surabaya. Diambil dari lagu kebangsaan "Smalane"

Smalane
Suci dalam pikiran
Smalane
Benar jika berkata
Smalane
Tepat dalam tindakan
Smalane
Dapat Dipercaya

2 comments: